Rabu, 31 Agustus 2016

SATU HARI YANG INDAH (part 1)

Huft, akhirnya selesai juga laporan akhir praktikum ini aku ketik. Aku susun lembaran-lembaran kertas setebal 60 halaman yang diketik dengan mesin ketik milik kakakku dulu. Yap, di jaman yang sudah mulai menggunakan komputer, printer dan disket ini, laporan tidak boleh diketik menggunakan komputer.  Indah sekali kan?
Kulihat jam dinding, jarum panjang menunjuk ke angka 11. Setelah mandi, aku akan menjilidkan laporan ini, lalu menuju tempat penyewaan komik. Hari ini akan kuhabiskan dengan membaca komik Detektif Conan beberapa jilid, dan jika beruntung, aku bisa meminjam buku Harry Potter terbaru. Hmmmm, hari yang indah.
Motor kuparkir di depan Exclusive, toko yang melayani fotokopi, penjilidan dan lain-lain. Baru sedetik kuhempaskan badanku ke kursi tinggi di depan meja, tiba-tiba, “Hei Na, apa kabar?” Suara seorang cowok menyapaku ramah.
Kutengok ke kiri ke arah sumber suara. Dengan sedikit terkejut, “Haaii Ya, baikkk… Kamu apa kabar? Kok bisa sampe sini?”
“Baik juga. Kamu mau fotokopi?”
“Enggak, aku mau jilid laporan. Eh bentar ya, aku jilid ini dulu,” kataku sambil memanggil salah satu pegawai toko. Tanpa menunggu jawabannya aku langsung menyebutkan jilidan yang aku mau ke pegawai itu. Kemudian si pegawai membawa laporanku, dia menjanjikan jilidan akan selesai dalam waktu 30 menit.
Aku kembali menengok ke cowok tadi. “Eh kamu belum jawab, kamu ngapain kesini? Mau jilid juga?”
Cowok itu menjawab, “Enggak. Aku tadi pas lewat sini lihat kamu belok ke toko ini. Trus aku ikut belok aja kesini.”
Wajahku terasa sedikit menghangat. Dia ingin bertemu denganku.
“Emang kamu mau kemana?” tanyaku.
“Tadinya sih mau main ke tempat temenku, katanya dia sekarang buka warung kecil-kecilan.”
“Oooo,” aku sambil manggut-manggut.
Dia Arya, mantan kekasihku yang pertama kali. Temanku di bangku SMP yang masih selalu berkomunikasi denganku walau sudah berbeda kota. Dan di masa SMA kami sama-sama mengakui mempunyai perasaan yang sama, lalu memutuskan untuk berpacaran. Walau tidak lama, tetapi delapan purnama itu cukup berkesan.
“Na, abis ini kamu mau kemana?” Tanya Arya membuyarkan lamunanku.
“Gak ada acara sih, paling sewa komik aja hehehe,” jawabku sambil tertawa.
“Kamu nih masih aja doyan komik ya,” katanya balik tertawa.
“Masih inget Ya?” Sepertinya wajahku agak memerah.
“Iyalah. Kan dulu kamu sering cerita di surat-suratmu.”
“Emang surat-suratku masih ada?” tanyaku penasaran.
“Masih ada di rumah. Emang surat-suratku udah ga ada?”
“Masih juga, di rumah.”
Hatiku terasa makin hangat mengetahui hal itu. Teringat aku selalu menunggu-nunggu surat-surat dipajang di jendela ruang TU sekolah. Ledekan sahabat-sahabatku saat aku menerima surat dari Arya. Surat itu selalu kubuka di kelas dengan tak sabar. Ingin mengetahui kabar Arya, apa yang dia alami di hari-hari kemarin. Dan sesampainya di rumah, aku tak sabar menuliskan balasan surat itu. Ingin kuceritakan semuanya, tentang sekolahku, kelinciku, ataupun tentang sahabat-sahabatku. Masih teringat di salah satu suratku aku menulis bahwa salah satu sahabatku mengundangku dan dia untuk datang di acara ulangtahunnya yang ke-17. Arya pun bertanya transportasi umum apa yang dia gunakan untuk sampai di kotaku? Tetapi aku tidak berani mengambil resiko, aku takut orangtuaku tahu bahwa aku punya pacar. Dengan terpaksa aku mengatakan padanya bahwa dia tidak perlu datang. Aku juga kasihan, dia harus melewati tiga kota untuk mencapai kotaku, selain itu dia juga harus menyisihkan uang sakunya hanya untuk ke kotaku.
“Mbak, ini jilidannya udah selesai,” mbak pegawai mengusik lamunanku.
“Eh,” wajahku sedikit terkejut. “Oiya mbak.” Setelah mengecek hasilnya dan menyelesaikan pembayaran, “Ya jilidanku udah selesai. Kamu mau kemana?”
“Kita jalan aja yuk. Mau?” ajaknya.
Mau banget laaahhhh, hatiku berkata dengan girang. Tapi dengan bodohnya aku balik bertanya, “Kemana?”
Arya mengangkat bahu. “Kemana ajalah, puter-puter Jogja.”
“Katanya mau ke warungnya temenmu?” Bodoh banget, rutukku. Kenapa sih gak langsung jawab iya aja, gak usah nanya-nanya. Kalo Arya berubah pikiran gimana????
“Ya nanti mampir kesana aja bentar.” Arya lalu berdiri, “Udah yuk, mampir kosmu dulu taruh motormu.”
Tanpa bertanya lagi aku langsung mengikuti dia keluar dan 5 menit kemudian kami telah sampai di kosku.

(bersambung ke part 2)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar