Huft, akhirnya selesai juga laporan akhir
praktikum ini aku ketik. Aku susun lembaran-lembaran kertas setebal 60 halaman
yang diketik dengan mesin ketik milik kakakku dulu. Yap, di jaman yang sudah
mulai menggunakan komputer, printer dan disket ini, laporan tidak boleh diketik
menggunakan komputer. Indah sekali kan?
Kulihat jam dinding, jarum panjang menunjuk
ke angka 11. Setelah mandi, aku akan menjilidkan laporan ini, lalu menuju
tempat penyewaan komik. Hari ini akan kuhabiskan dengan membaca komik Detektif
Conan beberapa jilid, dan jika beruntung, aku bisa meminjam buku Harry Potter
terbaru. Hmmmm, hari yang indah.
Motor kuparkir di depan Exclusive, toko
yang melayani fotokopi, penjilidan dan lain-lain. Baru sedetik kuhempaskan
badanku ke kursi tinggi di depan meja, tiba-tiba, “Hei Na, apa kabar?” Suara
seorang cowok menyapaku ramah.
Kutengok ke kiri ke arah sumber suara.
Dengan sedikit terkejut, “Haaii Ya, baikkk… Kamu apa kabar? Kok bisa sampe
sini?”
“Baik juga. Kamu mau fotokopi?”
“Enggak, aku mau jilid laporan. Eh bentar
ya, aku jilid ini dulu,” kataku sambil memanggil salah satu pegawai toko. Tanpa
menunggu jawabannya aku langsung menyebutkan jilidan yang aku mau ke pegawai
itu. Kemudian si pegawai membawa laporanku, dia menjanjikan jilidan akan
selesai dalam waktu 30 menit.
Aku kembali menengok ke cowok tadi. “Eh
kamu belum jawab, kamu ngapain kesini? Mau jilid juga?”
Cowok itu menjawab, “Enggak. Aku tadi pas
lewat sini lihat kamu belok ke toko ini. Trus aku ikut belok aja kesini.”
Wajahku terasa sedikit menghangat. Dia
ingin bertemu denganku.
“Emang kamu mau kemana?” tanyaku.
“Tadinya sih mau main ke tempat temenku,
katanya dia sekarang buka warung kecil-kecilan.”
“Oooo,” aku sambil manggut-manggut.
Dia Arya, mantan kekasihku yang pertama
kali. Temanku di bangku SMP yang masih selalu berkomunikasi denganku walau
sudah berbeda kota. Dan di masa SMA kami sama-sama mengakui mempunyai perasaan
yang sama, lalu memutuskan untuk berpacaran. Walau tidak lama, tetapi delapan
purnama itu cukup berkesan.
“Na, abis ini kamu mau kemana?” Tanya Arya
membuyarkan lamunanku.
“Gak ada acara sih, paling sewa komik aja
hehehe,” jawabku sambil tertawa.
“Kamu nih masih aja doyan komik ya,”
katanya balik tertawa.
“Masih inget Ya?” Sepertinya wajahku agak
memerah.
“Iyalah. Kan dulu kamu sering cerita di
surat-suratmu.”
“Emang surat-suratku masih ada?” tanyaku
penasaran.
“Masih ada di rumah. Emang surat-suratku
udah ga ada?”
“Masih juga, di rumah.”
Hatiku terasa makin hangat mengetahui hal
itu. Teringat aku selalu menunggu-nunggu surat-surat dipajang di jendela ruang
TU sekolah. Ledekan sahabat-sahabatku saat aku menerima surat dari Arya. Surat
itu selalu kubuka di kelas dengan tak sabar. Ingin mengetahui kabar Arya, apa
yang dia alami di hari-hari kemarin. Dan sesampainya di rumah, aku tak sabar
menuliskan balasan surat itu. Ingin kuceritakan semuanya, tentang sekolahku,
kelinciku, ataupun tentang sahabat-sahabatku. Masih teringat di salah satu
suratku aku menulis bahwa salah satu sahabatku mengundangku dan dia untuk
datang di acara ulangtahunnya yang ke-17. Arya pun bertanya transportasi umum
apa yang dia gunakan untuk sampai di kotaku? Tetapi aku tidak berani mengambil
resiko, aku takut orangtuaku tahu bahwa aku punya pacar. Dengan terpaksa aku mengatakan
padanya bahwa dia tidak perlu datang. Aku juga kasihan, dia harus melewati tiga
kota untuk mencapai kotaku, selain itu dia juga harus menyisihkan uang sakunya
hanya untuk ke kotaku.
“Mbak, ini jilidannya udah selesai,” mbak
pegawai mengusik lamunanku.
“Eh,” wajahku sedikit terkejut. “Oiya
mbak.” Setelah mengecek hasilnya dan menyelesaikan pembayaran, “Ya jilidanku
udah selesai. Kamu mau kemana?”
“Kita jalan aja yuk. Mau?” ajaknya.
Mau banget laaahhhh, hatiku berkata dengan
girang. Tapi dengan bodohnya aku balik bertanya, “Kemana?”
Arya mengangkat bahu. “Kemana ajalah,
puter-puter Jogja.”
“Katanya mau ke warungnya temenmu?” Bodoh
banget, rutukku. Kenapa sih gak langsung jawab iya aja, gak usah nanya-nanya.
Kalo Arya berubah pikiran gimana????
“Ya nanti mampir kesana aja bentar.” Arya
lalu berdiri, “Udah yuk, mampir kosmu dulu taruh motormu.”
Tanpa bertanya lagi aku langsung mengikuti
dia keluar dan 5 menit kemudian kami telah sampai di kosku.
(bersambung ke part 2)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar