Selasa, 25 Oktober 2011

Aku dan Jilbabku


Diambil dari internet
Setelah membacanya, sejenak kembali mengingat masa2 sebelum aku  memutuskan berjilbab. Dulu aku mengira bahwa wanita yg sudah banyak ilmu agamanya, pintar mengaji, santun perilakunya yg layak berjilbab. Bahkan saat kelas 2 SMU seorang kawan laki2 (yg katanya naksir aku) menyarankan aku agar membeli kain untuk berjilbab, aku menjawab bahwa aku belum siap. Bagaimana seorang cewek cuwawakan kaya aku, masih ketawa ngakak, tomboy pakai jilbab? Kawanku itu berkata bahwa dengan berjilbab akan mengendalikan ke-cuwawakan-ku. (cuwawakan itu bahasa apaaaa yaaaa hehehehe.... itu basa jawa sodara2). Tapi aku tetep kekeuh berkata bahwa aku belum siap.
Lalu saat kuliah sempat terpikir untuk memakai jilbab. Pikiranku mulai terbuka bahwa berjilbab adalah wajib. Jika memang ibadahku belum sempurna, mengajiku masih terbata2 biarlah. Semua itu kan bisa diperbaiki. Walau kadang ada pikiran ngeri jika lagi berkumpul dgn teman2 lalu ditanya2 masalah agama karena aku berjilbab, namun aku tak bisa menjawabnya. Kan maluuuuu..... Tapi tahun2 segitu, sekitar 2003-2004 sudah mulai banyak wanita berjilbab, jd aku ingin berjilbab jg. Saat bercerita dengan seorang kawan, dia menyarankan agar mengumpulkan dulu baju2 lengan panjang sebelum benar2 berjilbab. Jadi tertundalah berjilbab itu.

Saat masa kuliah kutinggalkan dan memasuki dunia kerja. Aku mulai mengirim lamaran kerja ke berbagai perusahaan minyak dan tambang, lalu aku berkenalan dgn seorang pria non-muslim. Entah apa yg merasukiku, aku meng-iya-kan saat dia mengajak berpacaran. Singkat cerita, setelah beberapa bulan berjalan bersamanya aku merasa bahwa hubungan ini tidak mungkin berujung ke pernikahan. Sedangkan buat apa aku buang waktu dengan masih bersamanya. Awalnya dia marah saat aku memutuskan hubungan, dan sempat mengajak kembali. Aku juga sempat setuju kembali, namun hanya sebulan aku lagi2 memutuskan dia.

Sumber dr keputusanku ini adalah setelah aku membaca sebuah novel yg aku akui menjadi titik balikku. Hanya sebuah novel berjudul Ayat-Ayat Cinta, namun isinya menguraikan tentang cinta manusia yg sejati hanyalah pada Allah SWT. Jika kita mencintai Allah, maka kita akan selalu takut membuatNya marah sehingga tidak akan berani melakukan laranganNya. Dalam novel itu juga menyebutkan jika kita ingin mendapatkan lelaki yg baik, maka jadilah wanita yg baik terlebih dahulu. Berbekal itu, aku berniat ingin menjadi wanita yg lebih baik. Langkah awalku adalah menggunakan jilbab. Langkah itu rasanya begitu tiba2, rasanya hatiku tidak tenang, aku punya keinginan yg kuat untuk memakai jilbab.
Awal2 berjilbab sangatlah menyenangkan. Aku rajin membaca2 buku agama, sempet berkeinginan utk mencari jodoh dengan berta'aruf sesuai tuntunan agama. Aku merasa kondisi keimananku membaik. Namun ternyata seperti gelombang, imanku diuji menuju kemerosotan. Tak perlu kuceritakan disini, tapi cukup membuatku merasa tak pantas memakai jilbab. Karena buat apa berjilbab jika kelakuanku tak mencerminkan wanita solehah. Lalu kuingat lagi bahwa jilbab adalah perintah Allah, dengan tetap berjilbab aku bisa memperbaiki diri dan kembali meningkatkan imanku. Maka kuputuskan utk tetap mengenakannya.
Menurutku, melupakan kenangan itu seperti menghabiskan air dalam gelas. Sekeras apapun usaha kita meminum air hingga habis, tetap saja masih ada air walaupun setetes didalam gelas. Sekeras apapun kita berusaha melupakan kenangan, masih saja teringat. Begitu pula jika aku ingin melupakan saat2 terburukku, malah masih aja teringat.
Terkadang aku bertanya, mengapa dulu aku mau pacaran dengan laki2 non-muslim itu? Apa hikmah dari hal itu? Bukankah semua kejadian bukanlah kebetulan melainkan sudah diatur Allah SWT agar kita bisa mengambil hikmahnya? Maka aku pun mencoba menemukan hikmahnya, yaitu Allah mengujiku dengan cinta. Allah menguji apakah aku lebih mencintaiNya atau makhluk ciptaanNya. Sedalam apapun perasaan cinta kita pada seseorang, hendaknya jangan melebihi cinta kita kepada Allah SWT. Cintailah dia karena Allah.

Kok critanya jadi ngalor-ngidul yak? Hehehehehe.... Intinya sih, aku ngga maksa temen2 utk berjilbab. Toh aku juga belum jd wanita muslimah seutuhnya. Pake jilbab juga belum yg benar2 syar'i, tp paling ngga berusaha pake jilbab yg panjang dan menutupi dada. Mungkin masih banyak alasan kalian belum siap utk berjilbab, doaku semoga suatu saat nanti kalian berjilbab sebelum maut datang. Aamiin.....

Jumat, 14 Oktober 2011

Surat Terbuka untuk Ustadz Solmed (Ustadz Sholeh Mahmoed)

Hmmmm, barusan baca tulisan di internet tentang judul diatas. Bagus banget untuk dibaca oleh anak muda agar ngga salah melangkah dalam menjalani hubungan dengan lawan jenis. Bukan berarti aku manusia paling bener sihhh, tp paling ngga aku belajar dari kesalahan2 masa lalu dan berusaha untuk menjadi manusia yg lebih baik lagi.

Perlu dipahami dengan benar apakah itu arti ta'aruf. Walau dulu aku ngga ber-ta'aruf tapi aku ngga nganggep aku dulu pacaran  dengan (calon) suami. Emang sih rutin ketemuan berdua tiap Sabtu, tapi alhamdulillah sih bisa menghindari hal2 yg ngga pantas.

Surat Terbuka untuk Ustadz Solmed (Ustadz Sholeh Mahmoed)

Assalamu’alaikum, Pak Ustadz…
Sebelumnya saya mohon maaf jika Bapak kurang berkenan dengan surat terbuka ini.
Saya bukan solmeder’s yang konon menggandrungi Pak Ustadz setengah mati. Saya juga bukan orang yang setia menyimak kajian Pak Ustadz di televisi. Saya hanya sedang terheran-heran, mengapa Pak Ustadz yang mestinya jauh dari dunia gemerlap kok malah sering muncul di infotainment.
Beberapa hari lalu, saya membaca artikel di sebuah portal berita. Katanya Ustadz sedang dekat dengan penyanyi anu yang sedang naik daun itu. Dalam hati saya membatin, sekaligus berharap, janganlah berita itu menjadi kenyataan. Bukannya saya mengutuk sang biduan, Pak Ustadz. Tapi bapak harusnya lebih paham seperti apa ciri wanita shalihah dan bagaimana cara “mendekati” wanita tipikal seperti ini.
Ada bantahan yang melegakan hati saya, bahwa Pak Ustadz dan penyanyi itu hanya berteman, tak lebih. Karena sebenarnya hati Pak Ustadz sudah diisi oleh wanita lain. Tapi bantahan ini pun memberikan tanda tanya baru di hati saya; Pak Ustadz, sang guru ngaji yang masih bujangan, mengakui terang-terangan bahwa hatinya sudah terpikat oleh pesona seorang wanita? Ahay..
Esoknya, saya kembali melihat Pak Ustadz. Sayangnya bukan di tayangan pengajian, melainkan di infotainment; gudang beritanya para artis. Miris hati ini melihat bapak yang dikenal masyarakat sebagai sosok da’i mau diwawancara berdua dengan wanita yang bukan muhrimnya. Bahkan di tayangan tersebut bapak nyaris akan disuapi oleh si wanita. Oh, dialah rupanya si penunggu hati yang kemarin sempat bapak singgung.
Tak butuh waktu lama untuk kembali melihat wajah Pak Ustadz di acara gosip selebritis. Kali ini Pak Ustadz dengan wajah sumringah bercerita bahwa Bapak baru saja memberikan mobil sebagai hadiah bagi sang wanita.
Foto ustad solmed
Wanita itu pun ada di situ, berdua dengan Pak Ustadz, ikut tertawa riang di depan kamera. Ah, Pak Ustadz, tahukah bapak ada banyak orang muslim geleng2 kepala melihat tingkah bapak. Apalagi bolak balik bapak menegaskan bahwa hubungan kalian adalah ta’aruf. Saya belum habis pikir, kok bisa makna ta’aruf tidak ada bedanya dengan pacaran. Ustadz Solmed,
Sebagai ustadz tentu bapak jauh lebih paham bagaimana cara berta’aruf yang benar dalam Islam. Bagaimana menjaga adab dalam bergaul agar tidak terjadi fitnah dan bagaimana pula menghijabi hati bagi lawan jenis yang bukan muhrim. Perih hati saya melihat tayangan infotainment menyebut Pak Ustadz dan wanita itu sebagai pasangan kekasih. Kalau sudah begini, apa bedanya Pak Ustadz dengan artis lain yang diwawancara berdua dengan pacar mereka? Pak ustadz ta’aruf, mereka pacaran. Tapi sama-sama tampil berdua, menyiratkan kemesraan, dan sama-sama mau diekspos media infotainment.
Oh, mengapa ustadz yang seharusnya menjadi milik jamaah kini menjadi komoditi seperti ini. Ustadz adalah ustadz, jangan nyambi menjadi seleb. Itu adalah dua dunia yang berbeda, jauh berbeda. Tapi kalau boleh jujur, Pak Ustadz memang pantas menjadi selebritis. Wajah ganteng, hidup mapan. Seharusnya Bapak meneladani Briptu Norman, dia berani memilih untuk menjadi polisi atau selebriti.
Ustadz Solmed,
Waktu kecil, saya punya ustadz idola yang saya suka karena kerendahan suaranya dan entah mengapa hati ini selalu tersentuh kala melihat beliau berceramah. Ustadz kesukaan saya ini jarang tampil di televisi, belum tentu sepekan sekali. Ustadz Ihsan Tanjung namanya. Belakangan saya juga mudah tersentuh dengan ceramah Ustadz Quraish Shihab.
Rasa-rasanya bapak juga tahu suara hati sejumlah jamaah yang kini mulai gusar dengan mudahnya seseorang disebut ustadz. Bermodal wajah yang kameragenik, gaya yang terus up to date dan model berceramah yang atraktif, seorang penceramah kini bisa dengan mudah menjadi ustadz. Lalu setelah terkenal, acara ceramahnya punya rating tinggi, naiklah derajatnya menjadi bintang iklan, bahkan MC acara hiburan.
Pak Ustadz,
Melalui surat terbuka ini, saya bukannya ingin menasehati Bapak. Toh saya juga jauh dari kefahaman terhadap ilmu agama. Saya hanya ingin menyampaikan kegundahan hati seorang umat, bahwa sebagai da’i apa yang bapak lakukan menjadi contoh dan teladan bagi umat. Jika memang sedang dekat dengan seorang wanita, janganlah mengklaim itu sebagai ta’aruf. Kasihan muda mudi kita Pak, bila kini mereka lebih merasa aman berdua-duaan dengan lawan jenis lantaran menganggap itulah proses ta’aruf seperti yang Pak Ustadz contohkan.
Konon bapak baru akan menikahi si gadis empat bulan lagi. Empat bulan adalah waktu yang tidak sebentar bagi insan yang tengah mencandu asmara. Saya pernah melewati fase seperti Pak Ustadz saat hendak menikah. Menunggu sebulan saja badan ini rasanya meriang tak karuan. Waktu menjadi terasa sangat lama. Dan bayangan di benak sudah terisi oleh hal yang tidak-tidak saja.
Semoga Ustadz Solmed membaca surat terbuka saya ini.
Sebaiknya segeralah nikahi gadis tersebut, karena masyarakat kini mulai enteng menyebut “Oh, itu to, pacarnya Ustadz Solmed..” yang membuat miris siapa pun yang mendengar. Jika memang Pak ustadz masih harus menunggu empat bulan lagi, janganlah memamerkan kedekatan kalian di televisi. Lakukanlah ta’aruf sebagaimana seharusnya dilakukan. Jangan menghaluskan bahasa dari pacaran menjadi ta’aruf. Sekali lagi, kasihan jamaah yang banyak mengidolakan bapak.
Cukup sekian surat dari saya, semoga besok dan seterusnya, saya tak lagi menjumpai Pak Ustadz di tayangan gosip. Karena ustadz adalah da’i, bukan selebriti.
Wassalammu’alaikum wr wb
Tribute to : http://www.facebook.com/notes/bumi-bumi-sugan/surat-terbuka-untuk-ustadz-solmed-ustadz-sholeh-mahmoeddai-center-part-of-uje-ce/10150318258011836

Untuk Anakku Part III

Assalamu'alaikum anakku yang masih berada di surga bersama milyaran ruh. Ibu masih selalu merindukanmu walaupun kini sudah lebih bisa ikhlas dan menyerahkan semuanya pada Allah SWT kapan kau akan ditiupkan ke rahim ibu. Sementara menunggumu, anakku, ibu dan bapak sudah menyiapkan nama untukmu hehehe... Semoga nama yg kelak bapak dan ibu sematkan padamu adalah doa dan pengharapan yg terbaik untukmu. Selain itu, ibu juga belajar bagaimana mendidikmu dengan baik dan benar nantinya. Ibu membaca sebuah puisi dari status teman ibu di fesbuk. Ibu menyukainya dan menurut ibu bagus untuk dibaca sebagai bekal mendidikmu kelak...
 Kau Dan Anakmu
Jangan didik anakmu…

Jangan didik anakmu laki-laki
Bahwa kekuatan dan keperkasaan adalah segalanya
Ajari dia untuk mencintai dan menerima dirinya apa adanya

Jangan didik anakmu laki-laki
Untuk mengejar kehormatan dan kekuasaan
Ajari dia untuk mengejar cinta kasih dan kebijaksanaan

Jangan larang anakmu laki-laki jika ia menangis
Dan jangan katakan padanya bahwa laki-laki tak boleh cengeng
Ajari dia untuk mengenali dan menerima perasaannya
Bahwa air mata adalah anugerah Tuhan yang indah
Sehingga ia belajar untuk tidak frustasi oleh emosinya
Dan jika dewasa ia telah belajar untuk hidup dengan seutuhnya

Jangan didik anakmu perempuan
Bagaimana menjadi cantik
Ajari dia untuk mencintai dan menerima dirinya apa adanya

Jangan didik anakmu perempuan
Bagaimana untuk menyenangkan laki-laki
Ajari dia untuk menyenangkan hati Tuhan

Jangan larang anakmu perempuan
Jika ia menikmati melompat, berlari, dan memanjat
Jika ia suka menjelajah dan mengutak-atik benda-benda
Jangan kaupaksa dia untuk duduk manis diam dan tenang
Karena jiwanya yang ingin bebas jadi dirinya sendiri
Dan juga rasa ingin tahunya yang telah Tuhan anugerahkan
Telah kau bonsai dan kaurusak sejak dini

Isilah rumahmu
Dengan cinta, hikmat, dan kebijaksanaan
Bukan dengan harta, keindahan tubuh, gelar, dan kekuasaan

Bagikanlah kepada anakmu laki-laki dan perempuan
Keindahan menikmati mentari pagi
Kehangatan rasa ketika menggenggam pasir
Kemesraan seekor kupu-kupu hinggap di atas bunga
Dan merdunya suara tetes-tetes hujan

Jika kau ingin anakmu rajin beribadah
Gemakan keberadaan Tuhan dalam dirimu
Ia takkan bisa kaupaksa berdoa dan sembahyang
Ketika dia tak dapat menangkap makna ibadah darimu

Jika kau ingin anakmu mencintai pengetahuan
Pancarkan rasa ingin terus belajar
Nasihatmu tak akan bisa membuatnya mau membaca
Ketika dia tak pernah menyaksikan engkau menikmati buku

Jika kau ingin anakmu penuh kasih
Tunjukkan cinta kasihmu kepadanya dan sesama
Kata-kata saja tidak akan mempan membuatnya mengasihi
Jika ia tak pernah merasakan cinta darimu

Untuk anakmu
Engkau adalah teladan yang utama
Tak perlu banyak kata, tiada perlu jutaan nasihat
Jika kau ingin anakmu hidup seperti yang kauinginkan

Hiduplah demikian!

Semoga bermanfaat.
Silahkan SHARE ke rekan anda jika menurut anda note ini bermanfaat.

Jumat, 19 Agustus 2011

Resensi - Alita dan Cinta Selanjutnya

Lanjutan dari novel Alita @ First nihhh (http://inamoechsin.blogspot.com/2011/03/resensi-cinta-sejati-alita.html)
Tapiiii kok rada mengecewakan yaaaa, ngga se-seru sekuelnya yang pertama. Kurang mengharu-biru, agak mudah ditebak, ngga ada kejutan2 yang gimanaaaa gituu... But anyway, tetep ngga rugi lah bacanya.
http://suar.okezone.com/read/2011/08/19/285/493783/alita-dan-cinta-selanjutnya

Judul Buku : ALITA @ HEART
Pengarang : Dewie Sekar
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : Kedua, Juni 2011
Tebal : 448 halaman

Selesai membaca sekuel pertamanya, Alita @ First, yang mengharubirukan saya, sekuel selanjutnya sangat saya tunggu-tunggu. Namun karena saya sudah mulai jarang berburu ke toko buku, baru sekaranglah saya menemukan lanjutan kisah Alita dalam mencari cintanya yang baru. Walau sepertinya Alita tidak bermaksud untuk mencari cinta yang baru dan memang tidak mau melupakan Erwin, cinta sejatinya.

Setelah saya selesai membaca, entah mengapa rasa penasaran dan ketertarikan yang awalnya menggebu-gebu, jadi memudar. Cerita Alita saya rasakan jadi hampir sama dengan novel kebanyakan. Apa karena kisahnya Alita kali ini tidak saya alami seperti pada novel yang pertama? Atau karena jalan ceritanya lebih mudah ditebak daripada sekuel pertamanya? Mungkin saja.

Tetapi tetap saja novel Dewie Sekar ini cukup menarik. Dimulai dari dua tahun sejak meninggalnya Erwin (baca resensi Cinta Sejati Alita http://suar.okezone.com/read/2010/05/10/285/331102/cinta-sejati-alita), Alita melanjutkan hidupnya dengan bekerja di kantor mas Yusa, kakaknya, dan mengajar privat. Mas Yusa juga makin sukses dengan perusahaan yang dia bangun, malah merambah ke bisnis dekorasi gedung pengantin. Sedangkan Abel, sahabat Alita, sudah putus dengan Juno, pacarnya, tetap membuka toko bunga yang letaknya tak jauh dari kantor mas Yusa.

Yang Mulia Mama, alias mamanya Alita, merasakan telah menua dan ingin segera melihat anak-anaknya menikah dan mempunyai anak. Namun Mama tidak tahu bahwa Alita masih selalu mengingat dan memikirkan Erwin yang telah tiada. Malah Mama mengira Alita menyembunyikan hubungannya dengan seorang duda karena takut Mama tidak setuju.

Selanjutnya alur cerita novel ini cukup mudah ditebak. Munculnya tokoh baru bernama Gading yang seorang duda baru dan sering menyambangi Abel ternyata membuat perasaan mas Yusa tidak tenang. Mulai terbaca siapa menyukai siapa, dan kira-kira siapa yang memikat hati Alita. Di sisi lain, sudut pandang dari beberapa tokoh cukup menarik, membuat pembaca lebih memahami karakter dari masing-masing tokoh tersebut.

Penasaran dengan akhir kisahnya, atau ingin membuktikan tebakan Anda? Selamat Membaca!!


Kamis, 18 Agustus 2011

Mencintai yang Lain

Hmmm...... Mulai dari mana ya??

Aku dapet ide nulis ini karena lagi dapet curhatan teman tentang topik ini. Dalam sebuah rumahtangga, tentu hal semacam ini wajib hukumnya untuk dihindari kan? Toh dulu kita sendiri yang memilih suami kita (kecuali yang dijodohkan), mungkin malah dengan perjuangan yang berat karena tidak mendapat restu orangtua, misalnya. Atau karena ada perbedaan agama, ataupun masalah2  lainnya.  Masak iya, sekarang setelah beberapa tahun menikah lalu bisa tertarik dengan pria  lain?

Tapi ternyata memang ada yang seperti itu kan? Saya mendengar langsung dari dua orang teman (alhamdulillah mereka masih memegang teguh pernikahannya, tidak mudah tergoda bujukan setan), bahwa mereka sedang terjebak dengan cinta yang lain.

Yang pertama, seorang ibu rumahtangga dengan seorang pria yang cukup sering ditemui. Saat itu posisi saya sebagai seorang single, diberi cerita tentang si dia. Mengingat sejarah perjuangannya yang panjang, saya hanya bisa berkata, "Kok bisa begitu? Lupakan dong, hapus perasaan itu". Lalu saya dijawab, "Kamu blom pernah ngrasain sih. Liat aja ntar kalo kamu udah nikah". Waduh, kok malah disumpahin yak? Tapi gak papa, aku udah dua kali ini disumpahin ma dia, semoga saja tidak terkabul hehehe....

Yang kedua, seorang wanita karir dengan kawan kantornya. Dan posisi saya sebagai seorang double alias menikah.  Nahhhh ini yang susahhhh.... Mau disuruh ngelupain, susah karena tiap hari ketemu di kantor. Kalo dikasih saran jawabnya, "Kamu nggak ngrasain sihh". 

Lahhh apa aku harus ngerasain biar boleh kasih saran? Aku cukup melihat dari keadaan rumahtangga teman yang pertama. Memang sih tidak ada kehancuran pernikahan, namun aku tau rasa percaya pada pasangan telah berkurang, sehingga menimbulkan kecurigaan yang tidak perlu.

Sekarang aku melihat pada diriku sendiri, pernahkah aku mempunyai cinta pada yang lain? Jujur nih yaaaa..... Aku masih suka ngeliat cowok cakep, hehehe.... Tapi untungnya yang aku lihat itu bukanlah orang yang sering berkomunikasi denganku, bukan teman sekantor, apalagi tetangga. Jadi lebih mudah mencegah timbulnya perasaan yang dinamakan cinta. Kalo ngeliat "Ihh tuh cowok cakep amat yakk", wajar kali yakkk... Lha wong punya mata kok, dan tuh cowok emang cakep, masak bilang jelek. Lagian kan hanya sebatas itu.

Lha trus gimana dong kalo ternyata ada yang tidak hanya sebatas itu? Kadang orang bilang bahwa perasaan itu datang sendiri tanpa diminta. Mungkin diawali rasa kagum, ataupun mendapati sisi lain dari si dia yang tidak dipunyai oleh suami. Bagaimana kita bisa terlepas dari hal itu?

Dengan sok tau aku akan berkata, bahwa perasaan itu muncul dari setan. Setan kan suka mencari celah kelemahan manusia. Setan ngga suka manusia selalu berjalan di lintasan yang lurus. Jadi lawan perasaan itu sekuat tenaga, jangan selalu melihat kelebihan si dia yang suami ga punya, karena tetap saja lebih banyak kelebihan yang suami punyai. 

Trussss, ingat2 lagi saat pertama bertemu dengan suami, bagaimana kita jatuh cinta padanya, bagaimana dia yakin bahwa kita adalah pilihannya, bagaimana dia membuat kita tertawa, bahagia, bagaimana perjuangan menuju pernikahan, bagaimana mendampingi suami dalam semua keadaan. Maka insyaAllah akan timbul rasa kebanggaan bahwa kita telah menjadi sistem pendukung bagi suami.

Yang paling penting, selalu ingat bahwa Allah Maha  Mengetahui. Mempunyai perasaan pada yang lain memang suami belum tentu tau, tapi  Allah pasti tau. Jika masih punya rasa takut pada Allah, berusahalah menghapus perasaan yang tidak seharusnya diberikan pada yang lain.

Hmmm apa lagi ya? Ada lagi yang mempunyai ide? Jangan sungkan untuk mengatakannya padaku ya...

Memang aku belum pernah mengalami hal ini, semoga saja tidak pernah. Kalopun mengalami, semoga diberikan keyakinan yang teguh agar selalu mengingat Allah, dan keluarga. Amin.

Cerita - MARRIAGE

Gak sistematis bener yakk hehehehe. Harusnya bikin ini duluuuuu baru nulis yg "Anniversary". Tapi sudahlahh, ga ada aturan baku ini...

Awalnya aku hanya pengen bikin tulisan tentang ulangtahun pernikahan orangtuaku dengan menghubungkan masalah pernikahan yg dihadapi beberapa teman. Tapi lalu aku menyadari bahwa ada lagi teman mempunyai masalah berbeda namun terkait dengan pernikahan, membuat aku tertarik untuk mengupasnya dan berbagi pemikiran mengenai hal-hal seputar masalah pernikahan yang bisa saja terjadi dalam rumahtangga siapapun. Aku ga bermaksud membuka aib siapapun, aku tidak akan menyebut nama, tetapi jika ada yg merasa bahwa itu kisahnya, bisa saja itu kisahmu atau kisah teman yang lain yang serupa dengan kisahmu. Jadi sebelumnya aku minta maaf jika menimbulkan ketidaknyamanan.

Membicarakan masalah2 seputar pernikahan bukan berarti aku adalah  ahli di bidang ini. Pernah aku katakan sebelumnya bahwa pernikahanku pun tidak sempurna, pasti pernah ada masalah di dalamnya. Aku hanya ingin membahas dari sudut pandangku, berdasarkan pengalaman melihat pernikahan orang lain atau punyaku sendiri, ataupun dari buku2 yang aku baca. Jika Anda ngga setuju dengan apa yang aku tulis, jangan ragu untuk berdiskusi denganku.

Selasa, 16 Agustus 2011

Resensi - Childless is Not A Sin, Right?

Resensi yang terbaruuu hehehe.... Berawal dari teman di grup FB AIH (Aku Ingin Hamil) yang posting di wall grup mengatakan ada buku yang bagus, yang isinya kurang lebih sama dengan yang kami alami, yaitu belum juga memiliki anak. Tapi karena jarang ke Gramedia, akhirnya baru bulan kemaren menemukan buku ini. Mulai dibaca, mulai ketawa sendiri, ada yg lucu, ada yg nggemesin, bikin sebel  dan lain2. Jadi berasa pengen ngajakin Tata masuk grup AIH hehehe....
Judul Buku : TESTPACK
Pengarang : Ninit Yunita
Penerbit : Gagas Media
Cetakan    : Kesembilan, 2011
Tebal : xiv + 202 halaman

Novel ini memang bukan novel baru, karena pertama kali dicetak tahun 2005. Namun sepertinya novel ini juga laris manis, terbukti di tahun 2011 ini sudah memasuki cetakan kesembilan. Dan jujur harus saya akui, saya termasuk telat membaca karya Ninit Yunita ini. Jika bukan karena beberapa kawan yang merekomendasikan novel ini di sebuah grup Facebook, saya belum mulai memburu buku ini. Jangan salah, bukan grup Facebook mengenai pecinta novel atau sastra yang anggotanya menganjurkan kami membacanya, melainkan grup yang berisikan wanita-wanita menikah yang belum berhasil mempunyai anak (Grup Aku Ingin Hamil).

Mengapa novel ini menarik bagi kami? Tentu saja karena penantian Tata dan Rahmat juga kami alami. Kegelisahan Tata melihat sahabatnya sudah memiliki anak dan bahkan sedang hamil anak kedua, juga kami rasakan. Usaha-usaha yang dilakukan Tata dan Rahmat demi mendapat, pun kami lakukan. Jadi membaca novel ini bak membaca kisah hidup kami sendiri.

Ninit Yunita mampu menangkap kegelisahan, kecemasan, serta masalah-masalah seputar pasangan yang belum mempunyai keturunan. Terutama di pihak wanita, karena terkadang wanita begitu sensitif dan mudah sedih jika disinggung mengenai belum hadirnya buah hati di tengah-tengah keluarganya. Belum lagi jika ada tambahan pengharapan dari orangtua atau mertua yang juga mendamba kehadiran cucu. Tambah lagi tekanan jika si suami atau si istri atau bahkan dua-duanya adalah anak sulung dan orangtua/mertua makin menua.

Tekanan juga bisa datang dari dalam rumahtangga itu sendiri, jika telah diketahui dari pemeriksaan dokter bahwa salah satu pasangan mempunyai masalah kesuburan. Begitu juga yang terjadi dalam rumahtangga Tata dan Rahmat. Tujuh tahun menanti, usia mereka di angka kepala 3, mereka memutuskan untuk ke dokter. Hasil laboratorium menunjukkan bahwa sperma Rahmat bermasalah. Disitulah ujian rumahtangga yang selanjutnya. Apa yang akan Anda lakukan jika ternyata pasangan Anda yang bermasalah kesuburannya? Apakah Anda akan tetap setia padanya, ataukah Anda akan melangkah pergi dan mengakhiri rumahtangga Anda untuk mencari pasangan lain yang subur? Disini diceritakan bahwa Tata pergi, kembali ke rumah orangtuanya.

Dan bagaimanakah selanjutnya? Apakah Tata pergi untuk selamanya, ataukah pergi untuk kembali lagi dalam  pelukan Rahmat? Apakah tujuan utama pernikahan adalah anak? Jika Tuhan tidak memberikan anak, apakah pernikahan akan hancur dan pasti tidak bahagia? Apakah tidak memiliki anak adalah sebuah dosa padahal semua yang kita miliki di dunia ini adalah milik Allah? Maka kembalilah merenungi diri, lihat ke dalam hati yang paling dalam, mengapa dulu memilih dia sebagai pasangan Anda? Apakah karena Anda ingin hidup dengannya dan tua bersamanya? Atau Anda ingin membuat pabrik anak bersamanya?

Jika boleh saya mengutip cover belakang novel ini:

Will you still love them, then?
That’s why you need commitment
Don’t love someone because of what/how/who they are
From now on, start loving someone,
Because you want to


Bahkan ada yang memberikan komentar ”Jangan kawin dulu sebelum baca buku ini”, agar Anda benar-benar mengerti apa yang Anda inginkan dan Anda harapkan dalam rumahtangga Anda kelak. Selamat membaca!!

Anniversary

Hari ini tepat tanggal 16 Agustus 2011, adalah ulangtahun pernikahan orangtuaku yang ke-41. Angka yang sangat banyak kan? Tinggal 9 tahun menuju ke angka 50, pernikahan emas. Sepertinya begitu indah dan membahagiakan melihat dua orang menikah dan menua bersama. Tapi ternyata tidak demikian bagi yang menjalani. Aku sebagai anak bungsu orangtuaku, cukup tau dan paham gejolak emosi, airmata dan bahagia yang mengiringi perjalanan panjang itu. Namun alhamdulillah entah dengan kekuatan apa, yang pasti atas ridho Allah SWT dan terciptanya sakinah-mawaddah-warahmah, semua masalah bisa selesai ataupun diredam.

Lalu, aku melihat di TV. Berita artis menikah, lalu setahun, 3 tahun, bahkan mungkin 10 tahun kemudian bercerai. Alasannya bermacam2, ketidakcocokan, perbedaan prinsip, selingkuh, de el el. Mudah sekali ya mereka berpisah dengan seseorang yang pastinya dulu mereka cintai. Seolah tampak kalau mereka tidak mau susah payah berusaha mempertahankan pernikahannya. Membuat aku memandang skeptis jika melihat artis yang baru saja menikah, akan mencapai usia berapa tahunkah mereka sebelum akhirnya berpisah?

Lalu ada lagi, di sebuah grup, ternyata banyak yang mengeluhkan rumahtangga mereka, baik sikap/sifat suaminya, sikap mertuanya, kadang sikap ipar ataupun saudara2 mertua yang membuat kawan2ku sedih, terluka dan berfikir apakah akan diteruskan pernikahan itu padahal baru saja berjalan setahun. Bahkan ada beberapa kawan yang akan berpisah alias bercerai. Naudzubillahi min dzalik.

Ibuku sering berkata, bahwa awal pernikahan, hingga usia 5 bahkan 10 tahun nikah, itu adalah masa2 rawan. Mungkin karena kita tadinya hidup sendiri, memutuskan segala sesuatu sendiri, mau pergi tinggal pergi, tiba2 ada orang lain yang harus kita perhatikan dan hargai. Ingin pergi ke mall, ehh suami pengen tidur. Ngajak nonton ke daerah A, suami ngga mau karena kejauhan. Atau ada acara dengan teman/keluarga, suami ngga mau diajak, masih banyak hal ketidaksesuaian antara kita dengan suami. 

Dan itu wajar kan? Dua orang dengan latar belakang berbeda, dibesarkan dengan cara yang berbeda, mempunyai sifat berbeda, latar belakang pendidikan juga mungkin berbeda, banyak sekali perbedaannya. Tapi bukankah justru itu menjadikan menarik sekaligus tantangan? Ada proses penyesuaian disitu, bagaimana kita sabar dan berusaha meredam emosi. Dan penyesuaian itu tidak ada batas waktunya, penyesuaian bisa terjadi seumur hidup kita. Lihat saja orangtua kita yang sudah mulai senja, pasti masih saja ada hal2 yang mereka perdebatkan, mereka permasalahkan.

Tapiiiiii jangan mulai membandingkan suami kita dengan pria lain. Entah itu mantan kekasih kita, cowok yang dulu kita sukai, apalagi dengan suami orang. Terima suami apa adanya, toh dulu kita yang memilih dia menjadi suami kita. Jangan karena melihat suami si A romantis, lalu memaksa suami menjadi romantis. Atau suami si B pintar masak, lalu meminta suami turun ke dapur hehehe. Di satu sisi mungkin dia tak sesempurna suami si A atau si B, tapi di sisi lain pasti banyak kelebihan suami yg tidak dimiliki suami si A atau B.

Dengan aku menulis ini, bukan berarti rumahtanggaku sempurna tanpa cela. Aku akui kami masih suka berbeda pendapat, berdebat, kadang ada hal2 yang akhirnya membuatku menangis. Tapi aku bersyukur mempunyai suami yang luar biasa sabar, menghadapi emosiku yang masih suka meledak-ledak, menerima aku apa adanya (kadang2 gitu, tapi kadang2 juga minta aku nurunin BB, what!!). Dan aku berdoa semoga tidak akan terjadi badai besar dalam perjalanan kami, kalaupun ada badai aku berdoa semoga kami bisa melewatinya dengan selamat. Agar bisa tercapai juga  angka 41 seperti orangtuaku, bahkan 50 ataupun 100 jika Allah mengijinkan. Amin amin ya robbal 'alamiin.




Senin, 11 April 2011

Resensi - Man Jadda Wajada

Harusnya  resensi ini aku posting duluan sebelum resensi Ranah 3 Warna yak hehehehe.... But it's ok lah yaaa...

http://international.okezone.com/read/2009/12/14/285/284818/man-jadda-wajada

Judul Buku: NEGERI 5 MENARA
Pengarang: A Fuadi
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: Ketiga, Oktober 2009
Tebal: 420 halaman

Siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan berhasil, begitulah arti dari judul di atas. Kalimat itu ditanamkan pada hati setiap murid baru di Pondok Madani (PM), agar selalu teguh dalam memperjuangkan sesuatu. Selain itu Kiai Rais, pemimpin PM, juga telah menanamkan bahwa segala sesuatu harus dilakukan dengan rasa ikhlas. Para santri ikhlas untuk diajar, para ustaz juga ikhlas untuk mengajar.

Dikisahkan Alif dari sebuah desa di pinggir Danau Maninjau, Sumatera Barat, terpaksa mengikuti keinginan amaknya untuk bersekolah di sekolah agama. Cita-citanya untuk masuk ke SMA biasa dan melanjutkan kuliah di ITB agar sepintar Habibie pun kandas. Terdorong oleh surat pamannya yang menyebutkan bahwa ada pondok pesantren yang bagus di Jawa Timur, maka berangkatlah Alif ke sana.

Ternyata pilihannya tidak salah. PM bukanlah pondok pesantren biasa. Di sana para santri bebas mengembangkan bakatnya misalnya di bidang seni, jurnalistik atau olahraga. Hukuman jewer berantai mempunyai hikmah bagi Alif. Karena dari situlah dia mulai bersahabat dengan Raja, Atang, Baso, Said, dan Dulmajid. Mereka mempunyai tempat berkumpul di bawah menara masjid, sehingga mereka dijuluki sebagai Sahibul Menara, yang punya menara.

Disitu mereka biasa merebahkan tubuh dan memandang awan-awan di langit. Alif melihat awan itu berbentuk benua Amerika, tetapi Raja melihat awan itu berbentuk benua Eropa. Atang menginterpretasikan awan itu berbentuk daratan Timur Tengah, sedangkan Dulmajid dan Said melihat awan itu berbentuk negara Indonesia.

Hari demi hari dilewati, bulan demi bulan juga berlalu. Alif mulai menikmati keberadaannya di PM ini, dan mengerti mengapa amak menginginkannya di sekolah agama. Namun surat-surat yang diterima dari Randai, sahabatnya, terkadang membuatnya iri dan menggoyahkan sikapnya. Randai yang bersekolah di SMA biasa selalu mengunggulkan SMA-nya dan menyayangkan keputusan Alif bersekolah di PM. Karena sedari duduk di bangku MTs, mereka sama-bercita-cita masuk ke SMA biasa dan kuliah di ITB, tempat pencetak para ilmuwan.

Awalnya semangat Alif akan berkobar lagi setelah mendengar motivasi dari Ustaz Salman, wali kelasnya. Namun setelah tiga tahun berada di PM dan mendengar kabar bahwa Randai telah diterima di ITB, cita-citanya yang dahulu berkobar lagi. Bahkan Alif berniat untuk keluar dari PM, mengikuti ujian persamaan SMA lalu mengikuti UMPTN. Hal itu sempat membuat sedih amak dan ayahnya. Namun akhirnya Alif luluh dengan keinginan ayahnya yang berjanji akan mendaftarkannya mengikuti ujian persamaan setelah selesai ujian akhir di PM.

Sementara itu Baso, sahabat sahibul menara yang berasal dari Gowa memutuskan meninggalkan PM hanya beberapa bulan sebelum ujian akhir. Keputusan itu dibuat karena dia baktinya pada sang nenek, sebagai pengganti orangtuanya yang sudah meninggal, yang sedang sakit parah. Beruntung tetangganya yang baik hati mempunyai informasi bahwa ada sebuah sekolah agama yang memerlukan guru bahasa Arab. Sehingga kepulangan Baso ke Gowa tidaklah sia-sia karena dia masih bisa mengamalkan ilmunya sekaligus menyelesaikan hafalan Alqurannya.

Memasuki tahun kelima para santri mulai dipupuk jiwa kepemimpinannya. Mereka diberi tanggung jawab sesuai dengan minat dan kemampuannya. Ada yang menjadi penggerak bahasa, penggerak disiplin, dan lain-lain. Sesuai dengan bakat dan minatnya di bidang jurnalistik, Alif dipercaya menjadi redaktur majalah Syams, majalah dwi bulanan milik PM.

Pendidikan di PM memang berbeda dengan pondok lainnya. Di sana santri diperbolehkan melakukan kegiatan di luar pelajaran agama, harus fasih berbahasa Arab dan Inggris, serta dilakukan dalam kedisiplinan tinggi. Terlambat masuk kelas atau masjid, walaupun hanya 5 menit, tetap mendapat hukuman. Bahkan Alif, Atang, dan Said walaupun telah duduk di tingkat terakhir juga tidak luput dari hukuman jika berbuat salah.

Novel ini begitu apik dalam mengisahkan persahabatan enam remaja yang bersekolah di Pondok Madani. Banyak hal dalam novel ini yang bisa kita ambil pelajarannya. Antara lain adalah menanamkan sifat ikhlas dan sikap untuk berusaha sungguh-sungguh untuk mencapai mimpi kita. Nilai tambah yang lain dari novel ini, penulis menggambarkan denah PM lengkap dengan keterangannya sehingga pembaca dengan mudah bisa membayangkan letak-letak bangunan yang disebutkan dalam novel, seperti masjid, aula, asrama Al-Barq, dll.

Novel ini ditulis terinspirasi oleh kisah nyata dari sang penulis yang dulu bersekolah di Pondok Modern Gontor. Negeri 5 Menara ini begitu menarik hati para pembaca terbukti sejak dicetak pertama kali di bulan Juli 2009, sekarang novel ini telah dicetak untuk yang ketiga kalinya.

Dengan semangat man jadda wajada, keenam sahibul menara berhasil mewujudkan cita-cita mereka yang dahulu mungkin dirasa tidak mungkin bisa tercapai. Semoga semangat itu bisa menulari para pembacanya, sehingga kita juga bisa meraih mimpi dengan berusaha sungguh-sungguh. Man jadda wajada!!

Ersina Rakhma
Penikmat Buku, Tinggal di Jakarta
(//mbs)

Resensi - Mantra Kedua

Resensi terbaru yang udah diunggah di www.okezone.com. Jika ada kritik dan saran jangan sungkan-sungkan lhooo....


Judul Buku : RANAH 3 WARNA
Pengarang : A. Fuadi
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : Ketiga, Januari 2011
Tebal :    474 halaman

Lanjutan dari kisah Alif Fikri yang telah lulus dari Pondok Madani (PM) ini sudah saya tunggu-tunggu sejak selesai membaca Negeri 5 Menara, namun baru sempat saya baca selama dua hari ini. Novel ini tentu saja juga ditunggu-tunggu oleh semua penggemar terbukti dari buku yang saya beli sudah mencapai cetakan ketiga di bulan yang sama sejak dicetak yaitu Januari 2011.

Alif yang baru saja lulus dari PM mulai membuat rencana untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang telah ia pupuk dengan semangat ”man jadda wajada”. Setelah dia berhasil lulus ujian persamaan SMA, maka mimpi selanjutnya adalah menembus UMPTN di ITB mengikuti idolanya, Habibie. Namun Alif harus bisa menerima kenyataan bahwa waktunya tak cukup banyak untuk mempelajari materi UMPTN jurusan IPA. Maka dengan besar hati Alif membanting stir berusaha keras untuk menembus Universitas Padjajaran (UNPAD) jurusan Hubungan Internasional, dengan harapan dia bisa mewujudkan mimpinya yang lain yaitu bisa berkeliling dunia.

Hidup takkan berwarna jika tanpa masalah. Jalannya perkuliahan Alif yang kurang mulus di awal kuliah makin tersendat saat Alif menghadapi kenyataan bahwa ayahanda tercintanya harus pergi menghadap Illahi. Alif tidak mau membebani Amaknya yang masih harus membiayai sekolah kedua adiknya, maka dia bertekad untuk bekerja agar bisa mandiri. Menjual barang dan mengajar les privat menjadi pilihan awalnya. Namun ternyata malah membuat dia terkapar sakit.

Di saat sakitnya itulah dia menyadari bahwa ”man jadda wajada” tidaklah cukup jika tidak disertai dengan ”man shabara zhafira”. Siapa yang sabar dia akan beruntung. Jadi sabar itu bukan berarti pasrah, tapi sebuah kesadaran yang proaktif. Dan sesungguhnya Allah itu selalu bersama orang yang bersabar (halaman 129).

Alif pun teringat saat dia digojlok bang Togar, pemimpin redaksi koran kampusnya yang telah artikelnya selalu dimuat di koran nasional. Waktu itu dia merasa sudah cukup sekali saja diperlakukan oleh Togar seperti itu. Lalu Alif menyadari bahwa seharusnya dia lebih bisa bersabar dalam menerima tempaan agar mampu menjadi penulis yang handal. Maka dengan kesungguhan dan kesabarannya akhirnya Alif berhasil dan beruntung karena perlahan-lahan artikelnya mulai diperhitungkan baik di koran lokal maupun koran nasional.

Mimpi-mimpi Alif tidak berhenti sampai di sini, namun dia selalu berani berusaha mewujudkannya dengan berusaha disertai bersabar hingga dia bisa menginjakkan kakinya di 3 ranah yang berbeda, Bandung, Yordania, dan Kanada.

Dalam menempuh ranah 3 warna ini, Alif bertemu begitu banyak orang yang berbeda ras dan kebudayaan. Teman-temannya dari Kanada, orangtua angkatnya di Saint Raymond, orang Indian, dan seorang gadis yang membuat hatinya tak karuan, Raisa.

Membaca kisah ini penuh dengan tawa, haru, cinta dan inspirasi pembangkit semangat. Terutama di saat ayah Alif meninggal dan dimakamkan entah mengapa saya begitu meresapi kesedihan itu hingga saya ikut menangis. Kemudian di saat Alif mendapat pengalaman pertukaran pelajar dan bersahabat dengan Rusdi, kelucuan mahasiswa asal Kalimantan itu mengakrabkan para mahasiswa peserta dari Indonesia. Dan kegigihan Alif agar bisa terpilih pada program pertukaran pemuda serta tekadnya agar bisa mendapatkan medali emas tentu saja memberikan inspirasi pada kita sebagai insan yang selalu ingin mengembangkan potensi diri.

Lagi-lagi Ahmad Fuadi menuliskan novel ini dengan bahasa lugas dan populer. Kecintaannya pada daerah asalnya yaitu Sumatera Barat mewarnai novel ini dan membuat pembaca lebih memahami salah satu kekayaan budaya asli Indonesia.

Jika Anda masih mempunyai mimpi, dan semestinya kita mempunyai mimpi, jangan takut mewujudkannya. Karena sesungguhnya Allah bersama orang yang mau berusaha dan bersabar. Man jadda wajada!! Man shabara zhafira!!

Ersina Rakhma
Penikmat Buku, Tinggal di Jakarta


Senin, 14 Maret 2011

Resensi - CINTA SEJATI ALITA

Resensi ini aku rampungkan tanggal 3 Mei 2010. Bukan resensi pertama yg aku buat, tp yg paling berkesan. Aku suka novel ini, menceritakan kisah yg membuatku bisa meresapi perasaan Alita.
 
Judul Buku
:
ALITA @ FIRST
Pengarang
:
Dewie Sekar
Penerbit
:
PT. Gramedia Pustaka Utama
Cetakan
:
Pertama, Februari 2010
Tebal
:
328 halaman


Baru pertama kalinya saya membaca novel karya Dewie Sekar, dan baru pertama kalinya saya meneteskan airmata lebih dari sekali saat membaca novel metropop. Novel ini begitu menyentuh saya di beberapa bagian, selain fakta bahwa saya mempunyai seorang kakak laki-laki yang berusia jauh diatas saya dan pernah mempunyai cinta yang takkan pernah termiliki. Saya yakin bahwa ada pembaca yang pernah mempunyai kisah serupa. Cerita Alita, Yusa, Abel dan Erwin dalam meraih cita-cita dan cinta sangat lekat dengan kehidupan kita sehari-hari.
            Alita, seorang remaja berusia 13 tahun yang baru menginjak bangku SMP, terpesona pada seorang pria teman kakaknya, Yusa. Pembawaan Erwin, pria itu, sangatlah menyenangkan. Sehingga mampu membuat Alita yang pendiam menjadi ceria dan bisa banyak bercerita. Namun satu sifat Erwin yang tidak baik, yaitu begitu banyaknya wanita yang tergoda pesonanya menyebabkan terdapat kesan bahwa Erwin playboy yang gemar mempermainkan wanita.
            Yusa, mama, bahkan eyang putri memperingatkan Alit agar tidak jatuh pada perangkap Erwin. Sayangnya perasaan memang tidak dapat ditolak kehadirannya. Cinta itu tumbuh perlahan yang berkelanjutan hingga mengendap di dasar hati Alit yang terdalam dan tidak bisa dijangkau siapapun lagi. Namun Alita tetap menemukan akal sehatnya dan menyimpan rasa itu diam-diam.
            Saat Alit memutuskan untuk kuliah di Jogja sambil menemani eyang putrinya, Yusa telah bekerja di Surabaya dan Erwin kembali ke Jakarta. Intensitas pertemuan secara fisik tentu telah berkurang, digantikan oleh teknologi masa kini, e-mail.
Kuasa Allah-lah yang mengatur pertemuan dan perpisahan seseorang. Ava, kekasih Yusa, mengalami kecelakaan lalu lintas dan meninggal dunia. Kejadian itu menyebabkan Alit bertemu kembali dengan Erwin. Pria itu menghibur kesedihan Alit, kembali membangun rasa cinta Alit. Hingga saat Erwin mengatakan bahwa kebawelan Alit mirip dengan Tira, kekasihnya, hati Alit terkoyak. Dia pun memutuskan untuk tidak lagi berhubungan dengan Erwin, entah itu puisi yang rutin mereka kirimkan tiap bulan, ataupun SMS dan telepon. Alit mengganti alamat email dan nomor handphone-nya.
Hari berganti bulan, Alit yang selalu menyimpan Erwin di hatinya, dibujuk Abel sahabatnya agar mau berkenalan lebih jauh dengan Baim, seorang mahasiswa yang kos di depan rumah eyang putri. Pada hari Sabtu yang telah mereka tentukan untuk berkencan, tak disangka Erwin datang ke Jogja. Reaksi Alit yang meneteskan airmata saat menemui Erwin, menjawab semua pertanyaan Erwin mengapa Alit tidak membalas email dan teleponnya.
Perasaan Alit tertumpah sudah saat itu. Dia tak lagi malu mengakui bahwa dia menyukai Erwin, dan Erwin pun membuka semua kisah sepak terjangnya selama ini bersama para wanita. Dan Tira adalah wanita yang diharapkannya menjadi yang terakhir dalam hidupnya, bahkan mereka berniat untuk menikah. Alit tidak berharap apapun lagi pada Erwin, dia hanya ingin mencoba membuka hati untuk Baim.
Namun perasaan Alit pada Erwin terlalu kuat. Saat pak pos datang mengantar paket untuk Alit dari Erwin yang berisi kain brokat serta undangan pernikahan Erwin dan Tira, raut wajah Alit cukup menjelaskan bagaimana hancurnya perasaan gadis itu. Baim pun cukup pintar untuk membaca ekspresi Alit. Jika saya boleh menggambarkan perasaan Alit itu dengan kata-kata saya sendiri, akan saya katakan pasti hatinya serasa ditusuk pedang yang tajam dan perlahan pedang itu berputar sehingga pedihnya makin terasa dan takkan pernah hilang.
Begitulah sebagian kecil dari kisah Alita, dan tidak berhenti sampai disitu karena masih ada berbagai peristiwa yang selalu mengaduk-aduk perasaan Alita pada Erwin. Dan satu hal yang selalu ditekankan Alita pada hatinya dan juga pada Erwin, yaitu sekuat-kuatnya perasaan cintanya pada Erwin, dia selalu menggunakan akal sehat dan tidak buta untuk begitu saja menerima Erwin sebagai pasangan hidupnya.
Lalu bagaimana kelanjutan cinta Alita ini? Akankah cinta Alita dan Erwin berlabuh di pelaminan ataukah ada rencana Allah untuk mereka? Yang pasti, Alita telah mengetahui hikmah di balik kepergian Ava, kekasih kakaknya. Yaitu Allah mempersiapkan hati mereka untuk menerima kehilangan yang lebih besar lagi.
Novel ini begitu menyentuh hati saya, baik karena beberapa kesamaan saya dengan Alita, tetapi juga sikap Alita yang begitu teguh memegang logika diatas perasaannya. Hal yang menurut saya sudah jarang dilakukan oleh insan yang lagi dimabuk asmara. Selain itu juga pengendalian diri Alit terhadap hatinya sehingga kontak fisik paling intim yang Alit dan Erwin lakukan adalah berpelukan.
Selain dari sisi cerita, penggunaan kalimat yang tidak bertele-tele juga menjadi daya tarik dari novel karena menjadikan karya Dewie Sekar ini  mudah dipahami dan tidak membosankan. Satu hal yang bisa saya pastikan, siapkan tissue sebelum Anda duduk  manis dan membaca kisah Alita dari awal  hingga akhir. Saya yakin Anda membutuhkannya. Selamat Membaca !!

Cerita - RESENSI

Berawal dari impianku untuk bisa mengembangkan minatku pada bidang tulis-menulis, suamiku mengarahkan aku untuk mencoba membuat resensi. Hahhh, resensiiii??? Itu kan yang biasa ada di koran2, mengulas tentang buku2 dan ulasannya begitu berat, memperhatikan berbagai aspek sastra dan lain sebagainya.

Lalu aku mencoba mencari-cari bagaimana resensi itu dibuat, apa saja yg dituliskan dalam resensi. Aku juga mencari contoh2 resensi baik dalam level serius maupun biasa saja. Akhirnya aku mencoba membuat  satu resensi dan ternyata masuk kategori "lumayan". Yahhh, berarti ngga jelek2 amatlah hehehehe.....

Berbekal itupun suamiku mulai menimbuni aku dengan buku2 kiriman penerbit yg berjenis novel. Kenapa novel? Karena otakku baru sanggup membaca dan memahami novel daripada buku2 nonfiksi. Mungkin karena itu aku agak kesulitan membuat karya ilmiah hehehe....

Tidak semua resensi yg aku buat berjalan mulus, kadang aku kesulitan memahami inti dari novel itu, karena aku juga kurang bisa memahami sastra dengan gaya bahasa yg begitu indah dan rumit. Namun ada juga resensi yg memuaskan, dan aku anggap bisa menggambarkan bagaimana isi buku itu. Tapi aku yakin resensi yg aku buat itu jauh dari sempurna, bahkan jauh dari kaidah penulisan resensi juga. Aku membutuhkan kritik dan saran untuk itu.

Semua resensiku dimuat di www.okezone.com,  bukan tanpa alasan. Selain untuk mencoba menyalurkan minat menulisku, tapi juga membantu meringankan pekerjaan suami ;) Beberapa resensi yg aku anggap memuaskan untukku akan aku tampilkan disini. Jika ada yg kurang pas atau sama sekali tidak bagus, jangan segan2 berikan komentar/kritik/saran anda. Maturnuwun....

Kamis, 10 Maret 2011

Untuk Anakku Part II

Pernah aku posting juga di FBku.... 
Anakku, hari ini ibu membaca sebuah tulisan yang diposting seorang sahabat yg ditulis oleh keponakan2nya. Ibu begitu tersentuh dan terharu membacanya, ibu ingin berbagi tulisan itu denganmu.

Untuk disebut ibu, kau tak harus melahirkan seseorang dari rahimmu katanya menenangkan. Bukankah, Halimah Sa'diyah tak melahirkan Muhammad, bukankah Asiyah tak melahirkan Musa?

aku diam saja menantinya menyelesaikan kalimat-kalimatnya, aku t...ahu ia sedang berusaha menghiburku,
tapi sungguh, aku bukan tak tahu apa yang diucapkannya, aku sudah mendengar kalimat yang sama dari banyak orang, aku bukan tak tahu, aku hanya tak mau tahu.
perasaanku menguasai pikiranku , aku gundah.

Bagaimana perasaanmu ketika setiap kali bertemu seseorang,
mereka melirik perutmu, atau bertanya padamu, apakah sudah ada jabang bayi yang menyewa rahimmu, menunggu waktunya ia dilahirkan, atau kalimat apapun yang menuju kesana?
pertama, aku masih menjawabnya dengan senyuman, bahkan masih mampu tertawa aku menjawabnya ringan, tunggu saja tanggal mainnya dari Tuhan, kataku yakin.

Tapi, bagaimana kalau tanggal main dari Tuhan itu ternyata begitu lama.
satu tahun, dua, lalu hitungan tiga, aku mulai tak mampu menjawab dengan bercanda,
walaupun aku masih tersenyum ketika mereka kembali bertanya, tapi aku gundah, aku gelisah.

aku tahu,
bahwa segalanya sudah diatur oleh Tuhan, aku bukan hendak melawannya,
tapi aku hanya wanita biasa.
Tuhan saja berkata bahwa dijadikan indah bagi manusia rasa cinta kepada anak-anaknya,
dan bahwa anak-anaklah yang menjadi perhiasan dunia,
lalu, apakah salah jika aku begitu ingin mengenakan perhiasan indah itu?

aku tahu,
bahwa Tuhan tak akan membiarkan aku kesepian,
tapi, bahkan Zakariya tak henti memohon sampai beruban,
seorang keturunan, yang mampu menjadi pelengkap hidupnya, yang mampu menjadi pewarisnya.

Malam itu zakariya masih berdo'a, do'a yang sama seperti yang ia panjatkan pada siangnya,
ia memang tak henti berdo'a, mengharap anak yang akan menjadi pewarisnya, yang akan menjadi perhiasannya,
ia tak kenal lelah berdo'a pada Dia yang mengatur segala.
hingga akhirnya Tuhan bermurah membiarkannya mengenakan perhiasannya, Dia memberinya seorang putera yang istimewa.

Di malam lainnya, Imran sedang bersujud, mengharap yang sama,
seorang anak, sebagai pewarisnya, sebagai keindahan dunianya.
siapa yang tak ingin anak-anak yang mampu menceriakan,
siapa yang tak ingin anakanak yang mampu menghilangkan kegelisahan?
lalu, kesabaran Imran berbalas kemurahan Tuhan, ia mendapatkan seorang puteri yang terberkati.

Sayang,
ingat-ingatlah cerita Imran dan Zakariya,
Tuhan punya seribu satu cara untuk memberi kita anak-anak istimewa,
yang tak terjamahpun mampu diberikan-Nya seorang anak jika ia berkehendak,
apalagi dirimu, yang memeiliki pendamping disisi.

kesabaran, adalah kunci untuk mendapat anak-anak surgawi.
sabarlah sayang,
Tuhan punya caranya, biarkan Dia yang menentukan" tanggal mainnya " .

Keep smiling to brighten of your journey life...

Alifa ♡ Bayu

Rabu, 09 Maret 2011

Untuk Anakku Part I

Pernah aku posting di notes facebook-ku..... Bukan bermaksud mengeluh, tapi hanya ingin sedikit mengungkapkan kegelisahan hatiku sebagai seorang wanita yang masih menantikan amanah indah dari Allah SWT.

Anakku, apakah kamu bertanya-tanya seperti bapak ibumu bertanya-tanya mengapa rohmu tak kunjung ditiupkan ke rahim ibumu?

Mungkin kau lebih mudah mendapat jawabannya, karena kau masih berada di surga bersama Allah. Namun disini bapak dan ibumu berusaha mencari jawabannya, nak. Entah apakah bapak dan ibu kurang bersedekah, ataukah bapak ibumu masih banyak berlumur dosa. Yang pasti Allah sedang menguji kesabaran dan keikhlasan bapak ibumu, nak. Doakan saja bapak ibumu lulus sehingga bisa menimangmu di dunia ini.


Anakku, apa kau kadang sedih seperti ibumu, saat orang2 di sekitar ibu sering bertanya mengapa kau tak kunjung hadir? Jujur ibu sedih, nak... Orang2 seolah yang paling tau bagaimana menghadirkan kau di hidup ibumu. Kadang gurauan bermunculan nak, tanpa mereka mengerti bagaimana berkecamuknya hati ibumu. Kadang juga orang beranggapan bahwa setelah menikah, anak akan hadir 10 bulan kemudian. Memang banyak yg seperti itu nak, tapi ternyata belum bagi bapak ibumu.


Terkadang ibu gemes nak, saat beberapa teman laki2 ibu menepuk dada menyatakan bahwa dia dengan mudah bisa langsung menghamili istri mereka. Apakah mereka tak menyadari bahwa tidak ada yg berhak menepuk dada dengan sombong selain Allah? Sadarkah mereka hanya karena Allah mereka bisa bercanda dengan anak-anak mereka?


Nak, maafkan bapak ibumu yang begitu ingin menimangmu. Bapak ibu yakin sebenarnya tempat yang paling indah buatmu adalah berada di surga bersama Allah. Tapi maafkan jika bapak ibumu sedikit egois, menginginkan dirimu hadir di rahim ibu. Mungkin dunia yang kau lihat nanti tidak seindah surga, mungkin nanti kadang bapak ibu marah padamu, tapi itu karena kami menyayangimu, nak. Tentu bapak ibu akan berusaha sepenuh hati merawatmu, membimbingmu, mendidikmu hingga kau dewasa dan mandiri. Maukah kau, nak?


Doakan bapak ibumu sabar dan ikhlas menantimu ya? Tolong sampaikan curhat ibu ini ke Allah ya, kamu mau kan? Bapak ibu mencintaimu, nak.

Coretan Pertama

Telat ngga sih kalo baru sekarang punya blog sendiri? Sepertinya ngga lah, better late than never kan? Hmmmm, apa ya yg akan aku tulis di coretan awal ini?
Jika kita memulai sesuatu tentu ada satu hal yg diharapkan. Harapanku dengan blog ini bisa sebagai sarana untuk menggali lagi ide2 untuk menghasilkan karya yang semoga bisa dinikmati banyak orang.
Jika nanti yang aku tuliskan kebanyakan curahan hati dan bukannya sebuah cerpen, yaaa mohon dimaklumi lahhh..... Namanya juga wanita yg masih melibatkan emosi dalam bertingkah laku, dan juga sebagai manusia yg masih banyak kekurangannya....
Happy reading !!!